FORMULASI STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KEAMANAN PANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH ROTI MELALUI PENERAPAN GOOD MANUFACTURING PRACTICE
PENDAHULUAN
Penyebab utama kontaminasi makanan
adalah mikroba dan kontaminasi terutama ditemukan pada produk makanan yang dihasilkan
oleh industri rumah tangga dan jasa catering. GMP adalah pengolahan makanan
dasar untuk mendapatkan kualitas dan keamanan yang konsisten. GMP memberikan
kebutuhan dasar untuk memastikan bahwa semua praktik yang berkaitan dengan
pekerja, fasilitas dan lingkungan, peralatan, dan pengendalian proses yang baik.
TUJUAN PENELETIAN
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk merumuskan strategi untuk meningkatkan
keamanan pangan berdasarkan penerapan Good Manufacturing Practices (GMP's).
BAHAN DAN METODE
Bahan
yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dari pendapat ahli
Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kota Bogor, Pusat Industri
Agro, Industri Roti, Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor, dan pengamatan
yang dilakukan di industri roti kecil dan menengah termasuk Elsari, Bie-bie,
Kanung, Azkia, dan CV Bando Bakery yang dilakukan di Kota Bogor dari Januari hingga
Juni 2012. Sementara data sekunder diperoleh dari laporan yang diterbitkan oleh
wabah (epidemi) di Indonesia, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, BPOM,
dan studi deskriptif literatur.
Metode yang digunakan adalah Evaluasi
Faktor Eksternal (EXFE), Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation -
IFE), dan metode
ISM. Analisis ISM adalah struktur hierarkis elemen sistem dan klasifikasi sub-elemen
kunci. . Langkah-langkah teknik ISM adalah:
1) seleksi ahli. Dalam penelitian
ini, tiga ahli yang terlibat dalam studi sebelumnya dipilih.
2) Penentuan elemen dan sub
elemen sistem yang diambil dari hasil identifikasi Strengths,
Weaknesses, Opportunities, Threats (SWOT) ditambah unsur aktor.
3) Penentuan hubungan kontekstual
antar sub elemen dalam bentuk huruf V, A, X, O sesuai peraturan sebagai
berikut.
Elemen sub-v: i-th memiliki
hubungan dengan sub elemen j-th dan elemen ke-j tidak ada hubungannya dengan
sub-elemen ke-i, eij = 1 dan eji = 0
A: sub-elemen j-th memiliki
hubungan dengan sub-elemen ke-i dan sub-elemen ke-i tidak ada kaitannya dengan
sub-elemen ke-j, eij = 0 dan eji = 1
Subunisi X: i-th memiliki
keterkaitan dengan sub-elemen ke-j, eij = 1 dan eji = 1
Subunisi O: i-th tidak memiliki
keterkaitan dengan sub-elemen ke-j, eij = 0 dan eji = 0
4) Informasi disusun dalam bentuk
matriks yang disebut structured self-interaction matrix (SSIM) yang
menggambarkan, dengan bantuan program komputer, hubungan kontekstual antara
elemen dan sub elemen sistem.
5) SSIM ditransformasikan menjadi
matriks reachabilitas (RM), yaitu matriks biner yang menunjukkan hubungan
matematis antar elemen dalam sistem.
6) RM diuji untuk transitivitas
dan reflektifitasnya. Jika tes tidak terpenuhi, penyesuaian dilakukan untuk
menciptakan situasi matriks tertutup (loop sebab-akibat).
7) Berdasarkan kekuatan dan
ketergantungan pengemudi, sub-elemen kunci terstruktur dikelompokkan menjadi 4
sektor, yaitu otonom, dependen, keterkaitan, dan independen.
8) Struktur sistem adalah hubungan
hierarkis dan antar elemen kemudian dikembangkan berdasarkan RM..
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis lingkungan
internal menunjukkan bahwa terdapat 7 faktor kekuatan termasuk lokasi geografis
strategis, sektor dasar ekonomi, infrastruktur laboratorium pendukung, sarana
prasarana, kebijakan, keuangan, dan koordinasi. Selain itu, 7 faktor kelemahan
diidentifikasi, yaitu rencana strategis yang tidak tersedia, kurangnya
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, kekurangan modal, media informasi
yang kurang memadai, dan kurangnya mekanisme pengendalian.
Sedangkan hasil analisis
lingkungan eksternal menunjukkan bahwa terdapat 5 faktor peluang termasuk
peluang pasar, dukungan eksternal, perubahan pola konsumsi, kemajuan teknologi
informasi, dan pendidikan / lembaga penelitian. Empat faktor diidentifikasi sebagai
ancaman, yaitu persaingan dari produk roti sejenis, harga listrik / bahan
bakar, pengembangan produk substitusi, dan daya beli. . Hasil penyusunan dan
penilaian gabungan pendapat 5 pakar matriks IFE dan EFE di Kota Bogor
dijelaskan pada Tabel 1.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai
IFE adalah 2,33 yang menunjukkan bahwa Kota Bogor cukup baik dalam mengelola
kondisi internalnya. Faktor kekuatan dengan skor tertinggi adalah SPP-IRT
(2,78). Sejak 2010, Dinas Kesehatan Kota Bogor telah memutuskan untuk membebaskan
biaya pendaftaran SP-IRT sebesar Rp 300.000 untuk UKM. SP-IRT adalah jaminan
tertulis yang diberikan pemerintah kepada makanan yang diproduksi oleh industri
rumah tangga yang telah menerapkan GMP.
Kelemahan utama dalam
meningkatkan pelaksanaan GMP di UKM di Kota Bogor adalah fakta bahwa mekanisme
pengendalian tidak berjalan secara teratur dan kuantitas / keahlian penyuluh
(pengawas pekerja lepas) (PKP) dan pengawas (DFI) terbatas.
Hipotesis :
H0 : Industri roti di Bogor memiliki
perancangan strategi peningkatan mutu keamanan pangan atau cara produksi
makanan yang tidak baik.
H1 : Industri roti di Bogor memiliki
perancangan strategi peningkatan mutu keamanan pangan atau cara produksi
makanan yang baik.
Belum ada tanggapan untuk " Review Jurnal "
Posting Komentar